Manic Street Walker – Kenjeran (Bagian 2)

Perjalanan pulang dari MSW saya lakukan dengan menumpang bemo bemo R2 (atau R1 ya? saya lupa, seingat saya R2) juga membawa cerita tersendiri buat saya. Bemo reyot berwarna kuning kecoklatan saat itu kosong. Awalnya saya pikir saya penumpang satu-satunya, ternyata ada satu lagi penumpang yang hampir tak terlihat di belakang sopir.
Karena ngidam lontong kupang dan arah bemo melewati penjual lontong kupang, maka saya bertanya kepada sopir jika bisa dia memberhentikan sejenak bemonya sehingga saya bisa memesan lontong kupang untuk dibawa pulang. Saya duduk di sebelah sopir dan sopirpun setuju, bahkan dengan baiknya dia memesankan lontong kupang untuk saya. 2 bungkus kupang berkuah dan 2 lontong dibungkus, 10 ribu rupiah (dari harga normal 4000 per porsi, karena lontong saya utuh). Setelah meletakkan di dashboard mobil mulailah mobil melaju.
Pembicaraan antara saya dan sopir pun dimulai. Dia mulai menanyakan kemana saya akan turun, dan saya mulai bercerita tentang lontong sebagai oleh-oleh dari Kenjeran, pertama kalinya saya naik bemo jurusan ini dan lain sebagainya. Pembicaraan tak kunjung henti, kami seperti dua orang kenalan lama. Karena beberapa penumpang mulai menyesaki bemo dan saya sudah nyaman duduk di depan maka saya membayar 2 tempat di sebelah sopir untuk saya seorang.

Bapak sopir, asli Madura, ini bercerita banyak, terutama pengalamannya menjadi sopir di Arab Saudi. Lucunya dia bercerita dengan menggebu-gebu dalam 2 bahasa, Bahasa Arab yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia karena saya tidak paham. Dia menerjemahkan tanpa diminta, seru juga didengarnya.
Bapak sopir yang saya lupa namanya ini bekerja selama 2 tahun sebagai sopir di rumah keluarga pedagang Arab. Dia menceritakan betapa majikannya kurang adil kepadanya. Dia sering disuruh melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Sebagai sopir tugas utamanya tentu saja menyetir dan tugas lainnya membersihkan mobil. Tapi lama kelamaan, pekerjaan rumah seperti membersihkan kebun dan menyiram tanaman dilimpahkan kepadanya. Awalnya Bapak ini menurut saja perintah majikan, sampai puncaknya suatu saat dia ingin berumrah, beribadah di hari liburnya. Baru saja ia naik bus sang majikan meneleponnya dan memintanya untuk pulang. Ia bilang haram jika pak sopir ini keluar dari rumah tanpa ijin.

Pak sopir pulang kembali ke rumah majikan dan mulai marah terutama setelah tahu ia hanya diminta membelikan roti. oti pun dibelinya dan kemudian pak sopir ini marah dan berbicara langsung kepada majikan, menyebut bahwa si majikan tidak punya rasa keadilan, memperlakukan orang semaunya dan lain sebagainya kurang lebih begitu ceritanya. Akhir kata si majikan memohon maaf dan mencium si sopir 3x seperti lazimnya orang Arab menunjukkan rasa persaudaraannya.
Bagi saya, saya salut dengan keberanian pak sopir meminta haknya sebagai pekerja, melawan kesewenangan majikannya. Tentu saja dia bisa “berbicara” kepada majikan dengan bahasa Arab yang lancar. Terbayang TKI yang disiksa mungkin karena kesalahan yang tidak dimengerti olehnya, bahasa yang susah dipahaminya, oh…jadi ingat para TKI di Arab Saudi.  Pak sopir hanya 2 tahun di Arab Saudi dan tidak lagi kembali ke sana, karena anak dan istrinya menunggu di kampung. Ternyata sebelumnya ia sudah pernah bekerja di Arab ketika masih bujang. Ia berkata kerja di Arab Saudi sangat menyenangkan, semuanya serba canggih, mendapatkan uang pun tidak terlalu sulit, yang sulit adalah meninggalkan keluarga di rumah.
Setelah turun dari bemo dan berganti bemo lainnya, saya tiba di rumah kakak. Kami menyantap lontong kupang dan malamnya saya kembali pulang ke rumah. Giliran semangkuk bakso pedas yang saya santap. Malamnya perut saya mendadak kembung. Saya bisa tidur dengan pulas tapi 2x setengah terbangun dan mendapati perut saya terasa aneh. Tetapi karena sudah berniat untuk puasa di hari Senin, maka walaupun perut saya mulai melilit sejak jam 10 dan semakin melilit dengan rasa yang aneh  sorenya saya tetap berpuasa.
Sekitar pukul 3 sore badan saya semakin tidak karuan, ujung jari tangan mulai dingin dan badan sedikit demam. Saya lihat ke arah jam dinding di tempat kerja hanya kurang 2,5 jam lagi saya berpuasa. Saya tidak mau menyerah. Saya hanya menyerah untuk tidak lanjut bekerja alias pergi pulang ke kos dan tiduran. Badan saya demam dan saya lemas sekali. Setelah adzan Maghrib saya hanya mampu minum dan 30 menit sesudahnya saya memaksakan diri pergi membeli makanan. Hanya nasi goreng yang dekat penjualnya dan ingin saya lahap segera. Kembali saya harus bersabar menunggu nasi tuntas digoreng. Setelah sampai di rumah hilang sudah nafsu makan saya. Hanya 3 atau 4 sendok nasi dan telur dadar yang bisa saya makan. Selebihnya saya letakkan di meja dan saya langsung tidur.

Ternyata saya panas tinggi malam itu. Paginya panas turun, perut saya pun sedikit lebih enak. Tetapi rasanya masih aneh. Nafsu makan saya berkurang dan saya masih masuk kerja seperti biasa. Diare mulai menyerang saya esoknya. Diare yang benar-benar parah. Sedikit yang saya makan keluar dalam cairan. Hebatnya badan saya tidak lemas tetapi perut saya melilit luar biasa perihnya. Beda rasa sakitnya dengan di hari pertama dan kedua. Saya pergi ke dokter dan kembali tersiksa dengan jumlah antrian yang mengular dan perut saya yang sakit luar biasa.

Ketika diperiksa saya tidak bertanya apa yang salah dengan lambung saya. Entah karena sakit yang teramat sangat atau apa, tapi yang jelas sepertinya lambung saya terluka. Akibatnya saya demam tinggi dan kemudian perut saya sakit sekali. Saya diresepkan antibiotik, obat nyeri lambung, nyeri perut, dan obat diare. Dengan harapan tinggi saya minum teratur setelah makan toh tetap saja rasa sakit itu tidak serta merta hilang setelah 2 hari minum obat. Baru di hari ketiga rasa nyeri tersebut hilang dan perut saya kembali bekerja dengan normal.

Usut punya usut setelah bercerita kepada salah satu teman yang seorang perawat dan dosen di akademi keperawatan, kupang tidak baik dikonsumsi sebelum makan nasi. Dan setelah menyantap kupang lambung dihajar dengan bakso pedas, kondisi badan yang mungkin kurang fit menyebabkan lambung terluka. Jadilah saya mengalami sakit perut hebat tersebut. Sungguh, itu adalah sakit perut terparah yang pernah saya alami.
Gara-gara sakit perut, sempat hilang romansa jalan kaki bersama MSW yang saya rekam di otak. Saya terkapar hampir 7 hari lamanya karena kebodohan saya dan lontong kupang. Tetap saja ada pelajaran berharga yang saya petik dari kejadian tersebut, saya ternyata penderita maag dan kurang memperhatikan kesehatan lambung. Sekarang, walaupun masih belum sepenuhnya memperlakukan lambung dengan baik, setidaknya saya mulai lebih berhati-hati.

Jalur Bemo R2
Jl. Nambangan Perak,
Jalan Kenjeran Lama
Kedinding Lor
Kedungmangu
Tenggumung Baru Tengah
Wonokusumo
wonosari

Pegirian

Post a Comment

0 Comments

advertise