Berlori di Kaliraga

Setelah lama tidak berwisata bersama para murid tercinta, yang seperti kekasih hati saya :) akhirnya jadi juga kami berwisata ke "Jember". Mengapa Jember diberi tanda petik? Karena semua hanya ilusi belaka ha ha. Simak sajalah cerita lengkapnya berikut ini.

Ceritanya saya sedang emncari destinasi baru di sekitar wilayah Jawa Timur yang beda dari sebelumnya. Setelah lama browsing saya pun menemukan sebuah halaman online dengan sedikit ulasan tentang wisata naik lori alias kereta kecil di daerah Jember. Namanya adalah kereta wisata Lori Kaliraga. Disebut Kaliraga karena melewati rute Kalibaru, Mrawan, dan Garahan. Setelah browse ke sana ke mari akhirnya saya menemukan situ milik PT. KAI dan wisata naik lori ini menjadi salah satu program wisatanya. Harga sewa lori ini 500,000 rupiah per lori yang bisa muat sampai 8 orang.

Diiming-imingi gambar kereta yang melewati jembatan tinggi dan memasuki terowongan-terowongan kuno saya pun makin memantapkan diri ingin mengunjungi tempat ini. Sedikit berpromosi di depan para murid akhirnya terkumpul 7 orang termasuk saya untuk berangkat tanggal 11 Mei yang lalu.

Pada awalnya saya menghubungi pihak DAOP 9 Jember yang bertanggung jawab atas urusan sewa- menyewa lori. Saya dihubungkan langsung dengan Pak Febri Kepala Stasiun Kalibaru saat itu. Saya baru tahu beliau adalah kepala stasiun Kalibaru setelah bertemu di lokasi. Dengan Pak Febri saya menyampaikan niatan untuk berwisata dengan lori dan menyepakati untuk mentransfer uang sebesar 500,000 rupiah untuk biaya sewa lori.

Dalam percakapan di telepon saya berulang kali menyampaikan rencana saya yang akan pergi dari Surabaya dan sampai di stasiun Jember sesuai waktu yang diperkirakan yaitu kami sepakati jam 11 siang. Saya ingat betul berulang kali saya berkata bahwa saya akan turun di Stasiun Jember, entah siapa yang salah yang jelas hal ini tidak terlaksana secara mulus.

Awalnya karena keterangan Pak Febri, stasiun dilewati jalur bus antar kota, saya berpikir bahwa sebaiknya saya dan rombongan naik bus patas jurusan Surabaya-Jember. Setelah mengecek harganya yaitu 48.000 sekali jalan, artinya 96,000 pergi pulang, dan setelah menghitung jauhnya perjalanan akhirnya saya membatalkan pergi naik bus patas. Tentunya repot sekali jika di tengah jalan kami harus ke kamar kecil, atau  lainnya. Akhirnya saya memutuskan menyewa mobil yang jauh lebih murah dan mudah pikir saya. Sewanya 600,000 termasuk sopir dan BBM untuk 24 jam.

Hari Jumat malam, seperti malam sebelum perjalanan lainnya, saya tidak bisa tidur. Sebebnarnya saya ngantuk sekali tetapi mata tidak mau tertutup. Saya tertawa sampai tengah malam menyaksikan variety show Running Man dan kemudian lanjut nonton reality show Korea lainnya "Oh Baby" di YouTube. Akhirnya saya tidur jam 2 pagi. Saya ragu antara tidur atau terus begadang. Akhirnya saya pejamkan mata saya dan...terlambat bangun. Padahal saya sudah mewanti-wanti semua orang untuk datang jam 4.30 pagi tepat atau jika terlambat saya tinggal, nyatanya saya terbangun karena semua orang sibuk menghubungi ponsel saya yang tergeletak di sebelah saya saat saya tertidur. Saya bangun jam 4.45 ha ha ha.

Setelah mengambil air wudhu, saya sholat, langsung menyambar tas dan turun ke bawah. Di depan pintu pagar semua siap menunggu saya. Untunglah mobil yang say apesan jam 4.30 pagi datang jam 5:00 pagi, jadi tidak terlalu lama semua menunggu. Langsung saja kami masuk ke dalam mobil. Karena ada 2 murid laki-laki (Dani dan Arif) dan sisanya murid perempuan dan seorang teman pengajar, walhasil tidak ada yang mau duduk bersama para remaja laki-laki tersebut. Saya berinisiatif duduk di antara mereka di bangku belakang. Seperti yang saya duga duduk di Innova bangku belakang cukup menyiksa kaki. Terbayang dong 5 jam lebih lamanya perjalanan. Saya semakin gelisah sibuk melipat kaki, sementara siswa lain Shinta, Mbak Niar, dan Fatin duduk nyaman di tengah. Aaaaaargggh...

Saya cukup berpengalaman duduk di mobil dalam waktu yang lama, masalahanya pembicaraan pasti habis dalam waktu 10 jam, padahal mungkin lebih dari 10 jam saya duduk bersama semua murid, dan itu benar terjadi. Awalnya saya mengobrol hal-hal standar dengan Arif, mantan murid yang ibunya dulu saya kenal. Canda tawa mulai datang silih berganti sampai akhirnya suara perut menyeruak di pagi hari. Semua lapar dan sepakat makan setelah melewati Gempol. Pak sopir merekomendasikan kami makan di daerah Pasuruan. Ada warung nasi yang namanya Nasi Punel. Awalnya saya pikir saya salah dengar, masa iya nasi punel begitu saja judulnya, ternyata benar.

Warung kecil di kiri jalan ini dikerumuni banyak sekali pembeli. Saya mengantri sambil celingukan bingung bagaimna caranya memesan makanan. Penjualnya si ibu tua pemilik warung dibantu anak muda usia sekitar 23-an, semuanya sibuk melayani pembeli dan saya tidak berkesempatan memesan. Setelah memesan teh hangat terlebih dahulu akhirnya saya pesan 7 nasi dengan lauk empal goreng (setelah mendengar dari pembeli lain aneka permintaan nasi dan lauk yang berbeda, ada limpa, hati, lidah dll semua bagian sapi). Nafsu makan saya sebenarnya tidak terlalu memuncak melihat jenis makanan baru ini. Seporsi isinya nasi, dengan serundeng kelapa, sepoting besar empal, sebungkus kecil macam botok kelapa, lemak urat sapi berbumbu santan pedas, dan..sambal cabai diberi rajangan kacang panjang. Wah sungguh perpaduan yang unik.

Nasi Punel


Tebak, apa isi bungkusan kecil daun pisang yang dikukus ini?

Cuma kelapa berbumbu (kecewa berharap lebih dahsyat isinya)








Rasanya buat saya biasa saja. Keheranan saya jauh lebih tinggi dari pada rasa lapar saya. Menurut saya menu ini aneh. Kombinasinya kurang pas. Mungkin jika daging empal dicampur dengan lemak urat sapi berkuah santan masih masuk akal. Tapi yang saya makan ini cukup membingungkan. Ada lagi yang saya lupa ada semacam rempah, seperti kepalan kelapa goreng kecil yang rasanya manis. Bungkusan daun pisang kecil mirip bvotok yang say abuka ternyata isinya parutan kelapa berbumbu kuning kemerahan. Apappun itu saya berusaha makan dan menghabiskan. Seporsi termasuk teh hangat harganya 15,000.

Kembali ke mobil semuanya kenyang dan kami pun bercakap-cakap sepanjang perjalanan yang panjang sekali. Di sepanjang jalan kami menemukan pemandangan yang seru, berbeda dengan jalanan dari Surabaya ke arah Madiun yang pemandangannya itu-itu saja. Di sepanjang jalan mulai Pasuruan sampai Probolinggo banyak kehidupan kota kecil yang menarik dilihat. Sampai akhirnya sekitar pukul 10:40 kami tiba di Stasiun Kereta Api Jember.

Dengan penuh percaya diri saya turun dari mobil dan bergegas menuju bagian informasi stasiun. Dan...:
Petugas : "Loh mbak lori itu berangkat bukan dari stasiun ini."
Saya: Masa sih mbak? Ini bukti pembayaran saya, kata Pak Febri dari stasiun Jember? Lha saya sudah konfirmasi beberapa kali loh mbak."
Petugas: Sebentar ya, saya panggilkan petugasnya..(memanggil petugas lain)..Pak ini loh mbaknya mau naik lori, sudah transfer 500,000 kan dari Kalibaru ya pak> Kalo dari sini kan sejuta ya pak?"
Saya : Weeeeh??? Sejuta? Duit dari HongKong kaleeeee....
Petugas lain : Ibu informasinya dari siapa berangkat dari sini?"
Saya : Loh saya konfirmasi langsung ke Pak Febri katanya dari stasiun Jember pak.
Petugas lain: Ok, saya hubungkan langsung ya bu, ibu silakan berbicara...
Saya : Ya pak, dengan sedikit cemas karena jam sudah hampir jam 11 siang.
Petugas ini pun menyambungkan saya ke Pak Febri di ujung telepon.

Pak Febri : Loh, ibu di mana ini saya tunggu loh...kan saya bilang saya tunggu di Kalibaru.
Saya : Loh saya tanya saya ke stasiun Jember Bapak bilang iya..berusaha bernada tenang
Pak Febri: Lha ini dari tadi saya tunggu bu.
Saya : Terus solusinya bagaimana ini pak, saya harus bagaimana sekarang?"
Pahk Febri : Ya syaa tunggu di Stasiun Klaibaru ya bu?
Saya : Tapi tidak ditinggal ya pak? Kan sudah lewat jam 11 sekarang."
Pak Febri : tidak bu, saya tunggu.
Saya : Ok pak, terima kasih.

Saya pun baru sadar ternyata saya menuju stasiun yang salah. Stasiun Kalibaru terletak di Bnayuwangi bukan di Jember. Oalah.....dari keterangan petugas KA, saya haru smenempuh perjalanan sekitar 2 jam. Weks.....Untung saya menyewa mobil. Ketika saya menanyakan arah menuju Stasiun Kalibaru petugas hanya memberikan arahan super simpel: "Ibu kembali ke arah alun-alun, sebelum alun-alun belok kiri, nanti ketemu Gladhak Kembar (Jembatan Kembar) belok kiri luruuuuuuus terus sampai ketemu gunung-gunung masih lurus terus ke arah Banyuwangi.

Setelah mendapat penjelasan dan menjelaskan kondisi terkini pada para rombongan pengikut setia saya (he he) akhirnya kami kembali berkendara. Kali ini saya dipaksa duduk di sebelah sopir, Pak Amin yang baik hati. Sambil bertanya ini itu dan hati masih was-was memastikan saya tidak salah lagi kami terus berkendara. Saya awalnya tidak percaya bahwa perjalanan akan makan waktu sekitar 2 jam, karnea saya pikir kami masih di Jember. Setelah Pak Amir turun dan bertanya pada orang yang melintas barulah semua rasa was-was saya terjawab. Kalibaru memang jauh sekali dari tempat kami bertanya tadi, menuju arah Bnayuwangi, melewati Gunung Gumitir. Gunung apa??? Gumitir? Sepertinya pernah dengar, gunung beneran? Ya..gunung yang sebenarnya.

Akhirnya kami melewati jalan berkelok-kelok di badan gunung, meliuk sampai sedikit membuat mual. Untung suasananya asyik sehingga kami tidak terlalu bosan dan kecewa di dalam mobil setelah nyasar. Di sepanjang jalan di gunung itu banyak sekali orang-orang meminta uang di pinggir jalan. Baru kali ini saya melwati gunung dengan banyak pengemis di sisi jalan. Setelah beberpa kilometer kami melewati patung selamat datang bertuliskan, "Selamat datang di Kabupaten Banyuwangi" Weks? Benar-benar sampai di Banyuwangi...oh Tuhan...ternyata benar-benar bukan di Jember ha ha ha ha

Dari patung selamat datang mungkin 30 menit kemudian kami menemukan "peradaban" dan Stasiun Kalibaru pun nampak berdiri dengan gagahnya. Alhamdulillah sampai juga di stasiun kecil itu. Pak Febri datang menyambut kami, karena hampir setengah hari di perjalanan kami yang seharusnya langsung naik lori, mengantri ke kamar kecil. Lori sudah siap di rel dengan bunyi mesin menderu. Kami yang dijadwalkan langsung berangkat setibanya di stasiun walhasil menunggu lagi hampir setengah jam karena kami sibuk di kamar kecil.
Tiba di Stasiun Kalibaru 


Suasana di dalam ruang tunggu Stasiun Kalibaru


Ruang tunggu dekat rel K.A




Lori menggunakan jalur kereta api aktif. Artinya kereta api lain juga menggunakan jalur yang sama, maka kami harus menunggu giliran. Lori alias kereta kecil ini benar-benar mirip kereta kelinci yang banyak digunakan di bazar dan sekarang marak melewati kampung-kampung mengangkut nak-anak kecil "berwisata" di lingkungan rumah mereka. Saya pikir kereta ini tidak sekecil itu dan tidak semirip kereta api "mainan". Ternyata..saya salah besar. Bermesin diesel kereta ini mampu mengangkut 8 orang penumpang. Ditambah 2 kru kereta api, saat itu dikemudikan masinis dan didampingi Kepala Stasiun Pak Febri yang membantu memberi aba-aba kepada masinis terutama ketika melewati persimpangan jalan kecil.

Lori yang benar-benar mini



Mesin lori



Bagian depan lori


mesin lori




Sebelum kereta melaju, kami sudah duduk manis sedikit gelisah dan bersemangat dengan rute perjalanan yang akan kami nikmati. Saya merasa minder ketika kereta api lain bersebelahan dengan lori kami di stasiun Kalibaru sebelum kami berangkat.  Rasanya semua mata penumpang melihat ke bawah ke arah kereta mini kami. Wah..benar-benar menurunkan mental ha ha ha. Setelah kereta api besar itu lewat, kami berangkat. Sama seperti prosedur pemberangkatan kereta api normal lainnya petugas stasiun memberangkatkan kami sambil mengangkat tongkat pemberangkatan kereta dan meniup peluit. Dan dengan gemuruh suara mesin yang membuat pekak telinga, lori pun berjalan. Petualangan dimulai.


Duduk manis berpana-spanas di dalam lori menunggu lori diberangkatkan




Lori melewati perkampungan sekitar stasiun selama kurang lebih 10 menit sebelum kami akhirnya memasuki wilayah ladang di lereng bukit yang dipenuhi tanaman kopi. Ya pohon-pohon kopi yang tumbuh subur dengan biji kopi yang mulai memerah berjajar di sepanjang jalur yang kami lintasi. Saat itu adalah kali pertama saya melihat pohon kopi. Pohon-pohon kopi tumbuh acak tidak rapi berderet di lereng-lereng bukit. Setelah bertanya pada Pak febri, saya mendapat penjelasan bahwa kebun kopi tersebut milik rakyat, milik petani, bukan milik perusahaan tertentu.


Masinis di sebelah kiri


Pendamping masinis- Kepala Stasiun di sisi kanan


Sepanjang perjalanan hamparan hijau tanaman kopi dan pepohonan memanjakan mata saya. Saya dan para murid sangat menikmati tiupan angin yang mengibaskan rambut kami. Suara bising mesin lori dan klakson yang berulang kali dibunyikan tiap melewati persimpangan jalan raya kampung tidak membuat saya berhenti menikmati sejuknya udara pegunungan siang itu. Ya, kami memang melwati lereng-lereng gunung. Sebenarnya dari jalan raya sebelum kami sampai di Stasiun Kalibaru saya bisa melihat rel kereta api melintang di lereng gunung. Tapi saat itu saya masih belum yakin benar bahwa itu adalah jalur yang akan kami lewati. Setelah berkendara dengan lori barulah saya percaya dengan mata kepala saya sendiri bahwa saya sedang duduk di atas lori melewati jalur yang cukup menegangkan tersebut.

Gunung tampak di depan

Dan kami pun melaju "di atas" pepohonan


Yang paling menantang dan seru tentunya ketika lori melewati rel yang menggantung di atas tebing. Saya lupa berapa banyak rel seperti ini yang kami lalui. Yang jelas lebih dari 4 kali seingat saya lori melaju di atas tebing. Kita bisa melihat bahwa kereta seperti melayang di udara. Seru dan asyik sekali. Ketika waktu cukup sebenarnya kita bisa berhenti dan berfoto di jalur ini dalam perjalanan pulang. Tapi saat itu kami kehabisan waktu sehingga akhirnya kami tidak berfoto dan langsung menuju stasiun awal.

Rel yang menghubungkan dua bukit

Kembali ke perjalanan melewati pemandangan indah di kiri kanan, kita bisa melihat deretan bukit dan gunung yang asri. Beberapa petani tampak memanggul rumput untuk diberikan pada hewan mereka. Yang lain sibuk mengasah sabit. Ada juga orang yang sedang mandi di sungai yang tampak oleh murid saya ketika lori berjalan di atas sungai kecil. Pemandangan asyik lainnya adalah ketika kami mulai masuk Terowongan Merawan. Terowongan ini oanjangnya 700m menurut keterangan Pak Febri. Saat mulai masuk terowongan lampu lori dinyalakan dan klakson dibunyikan keras-keras. Begitu lori mulai masuk terowongan, udara menjadi sangat dingin dan terdengar cucuran air. Tentu saja sangat dingin dan sejuk di dalam karena terowongan ini berada di dalam bukit. Air yang mengucur adalah rembesan dari bukit di atasnya. Setelah keluar dari terowongan, mesin lori dimatikan dan kami bisa berfoto-foto di sekitar bukit. Tak jauh dari sana ada beberapa wanita menjual makanan dan cemilan.

Memasuki terowongan


Berhenti di Terowongan Merawan







Meninggalkan terowongan Merawan



Menerawang jauh, menikmati pemandangan indah sepanjang perjalanan


Setelah melewati terowongan tak berapa lama kami sampai di Staisun Merawan. Di stasiun ini kedua petugas lori turun dan memberi laporan kepada petugas stasiun. Hanya beberapa menit kereta kemudian diberangkatkan oleh petugas stasiun lengkap dengan peci dan tongkat khasnya. Setelah melewati stasiun Merawan kami bertemu lagi dengan terowongan kedua yang lebih pendek dari yang pertama. Masih dengan pemandangan yang sama selama kurang lebih 50 menit kami sampai di tujuan akhir Stasiun Garahan. Petugas mempersilakan kami untuk menunggu dan menyarankan kami untuk bersantap pecel khas Garahan. Saya memilih untuk melihat bagaimana petugas mempersiapkan lori untuk perjalanan pulang. Murid-murid lainnya memilih beristirahat sambil menikmati gorengan di warung di belakang stasiun.




Jalur kereta api

Stasiun Garahan letaknya di tengah pedesaan yang sepi. Sambil menunggu lori saya melihat bagaimana cara lori diputar. Saya sangat penasaran. Sempat terpikir bahwa lori akan diangkat dan diputar ke arah berlawanan karena kami akan menuju rute pulang yang sama dengan rute berangkat. Tapi, saya pikir itu tidak mungkin. Pasti ada cara yang lebih modern, mungkin ada semacan u-turn atau semacamnya di stasiun. Ternyata oh ternyata, pemikiran canggih tersebut salah besar. Lori benar-benar diangkat dan diputar secara manual. Caranya, lori dimundurkan dulu, dan beberapa petugas sekitar 4 orang datang menghampiri lori. Setelah mesin dimatikan lori diangkat dan dibawah lori, tepat ditengahnya diletakkan semacam balok pengungkit. fungsinya sebagai as. Petugas kemudian memasang juga bantalan balok di sudut lori  tepat di atas rel. Kemudian lori diputar dengan as sebagai porosnya. Cukup menggelikan juga setelah saya memikirkan cara-cara keren untuk memutar lori. Tengok videonya di bawah ini



Persilangan rel di Stasiun Garahan






Bersantai sambil makan gorengan


Setelah hampir 30 menit menunggu, lori kemudian diberangkatkan. Kami melewati jalur yang sama dengan jalur keberangkatan. Rasanya saya ingin mengendarai lori saja termasuk dengan pemandangan indahnya sampai Surabaya. Sampai di Stasiun Merawan kami berhenti sejenak dan berhenti lagi di terowongan Merawan. Perjalanan pulang rasanya lebih singkat daripada perjalanan awal. Sambil menikmati keindahan siang menjelang sore hari di sepanjang jalur Garahan-Merawan-Kalibaru akhirnya berakhir sudah perjalanan kami ketika lori mulai masuk pemukiman penduduk dan berhenti di Stasiun Kalibaru.
Setelah berpamitan kami segera pergi mencari makan siang di sekitar stasiun. Rencana awal sebenarnya kami ingin sekali mengunjungi Pantai Papuma. Sayangnya kami kehabisan waktu. sampai di Papuma diperkirakan jam 17:30 artinya tidak ada lagi yang bisa dilihat. Saya sempat bertanya pada teman yang pernah mengunjungi pantai, darinya diinformasikan bahwa matahari tenggelam sekitar pukul 5 sore. Ah..sayang sekali.

Perjalanan pulang masih mengasyikkan untuk saya, mengingat saya terjaga tidak tidur sampai jam 1 keesokan harinya sampai tiba Surabaya. Dalam perjalanan pulang saya bersenda gurau dengan Arif, yang dulu pernah menjadi murid saya. Murid-murid yang tertidur jaid ikut terbangun setelah mendengar gelak tawa kami he he. Sambil browse dari Ipad Arif, saya mencari tempat makan dan tempat beli oleh-oleh khas Jember. Hampir tidak ada tempat yang menujual makanan khas Jember. Menu makanan yang ditawarkan adalah menu makanan yang bisa kami temukan di Surabaya. Setelah browse sana sini akhirnya say amenemukan tempat makan yang menjual menu dari tepung singkong yang dimodifikasi, namanya sego bakar beras cerdas. Warung makan ini dimiliki oleh dosen Teknologi Pangan Universitas Jember. Cerita tentang  Warung yang dinamai "Mister T" ini sempat dimuat di koran Jawa Timur, sayangnya setelah saya datangi menu nasi ini tidak ada lagi, alias yang dimuat di koran kala itu masih menu percobaan. Yah....akhirnya kami makan mi ayam yang lumayan enak, murah lagi.

Setelah makan kami menuju pusat oleh-oleh yang banyak ditemukan di sepanjang Jalan Trunojoyo. Di Jember makanan khasnya tapai singkong. Saya sebenarnya bukan penggemar tapai singkong tapi mengingat ini satu-satunya yang khas Jember akhirnya saya membeli beberapa panganan dengan bahan dasar tapai singkong. Ada brownies tapai, prol tapai, dan tapai singkong asli yang saya beli. Tidak lupa saya juga membeli kedelai Jepang edamame, lumayan untuk cemilan.Perjalanan sepanjang kurang lebih 6 jam kembali kami tempuh sampai akhirnya kami tiba di Surabaya jam 1 pagi. Walaupun lelah luar biasa tapi hati senang sekali.

Berwisata dengan lori sangat mengasyikkan, walaupun tampak sederhana, hanya berkereta 1,5 jam dengan pemandangan indah di sepanjang perjalanan banyak hal yang saya syukuri dalam kegiatan berwisata saya. Lamanya waktu di perjalanan juga tak terasa karena berbagai canda tawa berderai silih berganti. Bagi Anda yang ingin berwisata dengan lori Kaliraga berikut tips yang mungkin bisa membantu perjalanan Anda:

1. Hubungi pihak DAOP IX Jember paling tidak 2 minggu sebelum rencana keberangkatan Anda.
2. Pilih waktu berlori sekitar jam 11 pagi.
3. Konfirmasi kepada Kepala Stasiun seminggu sebelum keberangkatan.
4. Simpan baik-baik bukti transfer pembayaran lori
5. Waktu yang paling pas tentunya bukan di musim penghujan
6. Gunakan pakaian yang nyaman, kaca mata hitam juga perlu untuk menepis teriknya sinar matahari.
7. Sabar dalam menunggu lori ketika harus menunggu giliran berjalan di rel mengingat rel juga dipakai kereta lain.

Total Biaya:
1. Sewa mobil 24 jam Rp. 400,000
2. BBM Surabaya-banyuwangi Rp 200,000
3. Sewa lori Rp. 500,000
4. 3x makan @15000
5. Oleh-oleh Rp 60,000

Jika ingin naik kendaraan umum bisa naik bus jurusan Surabaya-Banyuwangi, turun tepat di depan stasiun Kalibaru. Selamat mencoba :)


Berfoto dengan Kepala Stasiun di Stasiun Garahan



Post a Comment

2 Comments

  1. Salam kenal mbak silvana,
    Rencana saya mau coba kereta wisata kaliraga, boleh saya minta no hp yang bisa dihubungi untuk pemesanan tiket?

    ReplyDelete
  2. Salam kenal mbak silvana,
    Rencana saya mau coba kereta wisata kaliraga, boleh saya minta no hp yang bisa dihubungi untuk pemesanan tiket?

    ReplyDelete

advertise