Saya dan Korea (Bagian Ketiga : Berbagi Cinta di Panti Asuhan Muhammadiyah Tandes)



Hubungan antara saya dan Korea yang ketiga lebih dahsyat lagi (menurut saya loh).  Hubungan ini menginspirasi, memotivasi, dan juga menguntungkan. Suatu saat di hari minggu pagi seperti biasa saya pergi mengunjungi ayah saya di Mojokerto. Sekitar pukul 10 saya sudah sampai di Terminal Purabaya (Bungurasih) Surabaya ketika handphone saya berdering. Fatin, salah satu murid saya menelpon dengan suara sedikit terburu-buru.

 “Halo, Miss sekarang ada di mana?”

“Saya di (Terminal) Bungurasih, kenapa?

"Miss, sudah baca sms saya?”

“SMS apa? Maaf Fatin saya tidak baca.”

“Oalah Miss…ini loh sekarang aku mau ke panti asuhan. Ada orang Korea mau ke sini. Miss ga mau ikutan ta?”

“Orang Korea? Siapa?”

“Ga tau Miss…mereka seperti sukarelawan gitu loh.”
 
“Lha terus saya bantu apa? Ini saya mau pulang ke rumah bapak saya”

“Ikut aja Miss. Miss ga bisa pulang lebih awal ta?”

“Waduh…ya nanti saya kabari lagi ya? Kalo saya bisa pulang lebih awal ya nanti saya ke situ. Emang sampai jam berapa acaranya?”
 
“Ga tau Miss..ya mungkin dari jam 10 sampai sore. Kata ayah gitu.”

“Ya wis liat tar ya Fatin.”

Begitulah isi percakapan saya yang dilanjutkan dengan saling bertukar sms. Saya tidak akan melupakan hari itu karena di hari yang sama saya hampir kecopetan di bus.

Selama perjalanan dari Surabaya – Mojokerto saya asyik berkirim sms dengan Fatin. Dia menceritakan bahwa orang-orang Korea yang ditemuinya ternyata adalah pemuda-pemudi Korea yang tampan dan cantik. 
Saya sempat mengatakan jangan-jangan yang datang bintang film, tapi Fatin tidak mengenalnya. Setelah memastikan tidak ada kru film saya menyimpulkan mereka orang biasa, bukan selebriti. Mengapa saya tiba-tiba berpikiran se “ekstrim” itu? Karena pernah saya nonton acara yang sifatnya acara sosial. Di acara itu 2 selebriti Korea berkunjung ke Jakarta dan mereka membantu sebuiah keluarga miskin yang terdiri dari seorang nenek tua dan 3 cucunya. Saya sempat berpikir kemungkinan yang terjadi mengingat peristiwanya mirip.

Fatin tak henti-hentinya memuji betapa tampan pemuda-pemuda Korea yang ditemuinya. Saya makin penasaran dan tersenyum simpul sepanjang perjalanan, sampai saya tak sadar ada orang lain di bus yang memperhatikan gerak-gerik saya. Ketika saya bersiap hendak turun dan berdiri di dekat sopir seorang laki-laki 40 tahunan menabrak tas selempang saya yang ada di sisi kiri badan saya. Saya sempat punya pikiran aneh karena tas saya sampai terpelanting, tapi beberapa detik kemudian saya piker hanya senggolan biasa. Sampai ketika saya hendak turun tangga saya dapati kabel earphone saya menjuntai keluar dari kantong tas bagian luar tempat saya menyimpan handphone saya. Sontak saya masukkan kabel dan saya raba isi kantong. Handphone saya tidak ada! Langsung saja dengan tenang dan sedikit yakin saya menoleh ke belakang, menatap laki-laki yang memegang jake di lengan kirinya itu dan berkata. “Pak, handphone saya mana?”

Jika Anda ditanya orang tak dikenal pertanyaan serupa, apa jawaban Anda? Tahukah anda apa yang terjadi kemudian? Dia menggeser posisi berdirinya sambil menjawab,”Lho Mbak kok gak hati-hati?” Jawaban yang aneh bukan? Wajarnya orang pasti menjawab ,” Handphone apa?“ atau “Lho..mbak taruh di mana?” Yang lebih ekstrim dan mungkin dikatakan adalah. “enak aja kok nuduh saya.” Dan ketika ia menggeser badannya, handphone saya duduk manis di pojok kursi tepat di kursi yang saya duduki sebelum berdiri. Lebih aneh lagi! Kalopun saya duduki pasti terasa, kalopun jatuh letaknya sangat rapi di pojok kursi bukan jatuh di lantai.

Saya ambil handphone saya segera, turun dari bus, dan meninggalkan laki-laki yang masih mengulangi pertanyaannya ,”Lho Mbak kok ga hati-hati.” Mungkin ia juga terkejut saya bisa mengetahui perbuatannya. Mungkin ia shock dengan pertanyaan saya yang tidak saya tanyakan dengan nada marah tapi tetap tenang, “Pak handphone saya mana?” Saya belajar ini dari murid saya yang pernah kecopetan dan ketika ia sadar ia segera bertanya pada orang di sebelahnya pertanyaan serupa. Barangnya langsung dijatuhkan ke lantai oleh pelaku. 

Sambil berjalan menuju ke rumah sedikit deg-degan dan terus menganilis perilaku pencopet itu, saya tidak membuang waktu dan berjalan cepat. Sampai di rumah saya ceritakan pada ayah saya dan beliau juga sepakat itu adalah pencopet dan saya harus lebih waspada. Saya pamit untuk kembali pulang sekitar jam 1 siang. Fatin memberitau saya lewat sms tentang kekagumannya terhadap para pemuda Korea terutama yang namanya “Kang” dan kemudian dia berkata para sukarelawan itu pulang jam 3 sore jadi saya pasti akan melewatkannya. Tapi mereka akan tinggal selama kurang lebih 10 hari. Ia mengajak saya menemui mereka hari Senin, keesokan harinya. Saya menyanggupi.

Hari Senin pagi, sekitar pukul 7 saya siap di depan sebuah sekolah, menunggu Fatin mengantarkan saya ke panti asuhan tempat para sukarelawan itu melakukan kegiatan sosialnya. Walaupun letak panti asuhan hanya kurang dari 300m dari tempat tinggal saya tapi saya baru mengetahuinya. Panti Asuhan Muhammadiyah Tandes, namanya. Saya berbicara dengan pengasuhnya Pak Indra. Fatin memperkenalkan saya pada beliau, dan pada beliau juga saya sampaikan maksud saya untuk datang membantu dan selanjutnya saya ingin mengajar bahasa Inggris untuk adik-adik panti asuhan. Gayung bersambut, Pak Indra sangat terbuka dan dengan kebaikan beliau, saya diterima sebagai bagian dari keluarga panti asuhan.

Sambil bercerita tentang keadaan panti, kurang dari 15 menit kemudian suasana di luar panti asuhan menjadi riuh. Ya, panti asuhan terletak di tengah-tengah pasar tradisional yang menmpati gang-gang sempit di perkampungan. Mendadak ada dua angkot mendekat yang isinya para sukarelawan Korea. Tentu saja pasar jadi heboh, Heboh karena macet dan heboh karena semua menoleh.

Dan…benar..semua sukarelawan Korea itu cantik-cantik dan tampan-tampan. Seperti nonton drama Korea. Saya sempat berpikir dalam proses seleksinya jangan-jangan penampilan juga dinilai ha ha. Ada 21 sukarelawan, 10 perempuan dan 11 laki-laki. Kegiatan utama mereka di Surabaya adalah membantu panti asuhan. Mereka mengajarkan pelajaran bahasa Inggris dasar, budaya Korea, keterampilan, permainan, kesenian, memberikan bantuan berupa perbaikan fisik bangunan (membangun septic tank), dan juga kegiatan lain.
 
Saya dan para sukarelawan. Yang berbaju putih Heung Su yang mengajarkan saya bahasa Korea
Saya hanya ikut dari jam 7.30 – 11 pagi selama 3 hari dari hari Senin sampai Rabu karena saya harus bekerja. Dari waktu yang singkat ada beberapa hal yang saya dapat:

  • Mereka adalah para pemuda dan pemudi yang mendaftar sebagai sukarelawan pada perusahaan pengelola Bandara Udara Incheon (Incheon Airport) di Korea.
  • Mereka mengikuti proses seleksi dan semua awalnya tidak salaing kenal dan berasal dari beberapa kota di Korea.
  • Kegiatan sukarelawan menjadi trend di Korea dan anak muda banyak yang giat mengikuti kegiatan ini. Menjadi sukarelawan sangat penting dan dipertimbangkan dalam CV kerja. Perusahaan-perusahaan juga berlomba-lomba meningkatkan kegiatan amal perusahaan (Corporate Social Responsibility – CSR).
  • Panti Asuhan Muhammadiyah Tandes untuk pertama kalinya mendapat kunjungan ini, tapi sebelumnya Panti Asuhan Muhammadiyah cabang Wiyung mendapat kunjungan dan bantuan hampir setiap tahun pada tahun-tahun sebelumnya.
  • Pemudi-pemudi Korea memang malu-malu, tapi tetap full make-up ha ha.
  • Pemudanya lebih terbuka dan lebih bersahabat. Pemudinya lebih malu-malu tapi mereka juga baik.
  • Semua bekerja dengan penuh semangat, kompak, dan super ramah.
  • Saya sempat diajarkan bahasa Korea oleh salah satu sukarelawan, Han Heung Soo. Pelajaran pertama mengenal huruf dan membaca tulisan Hangul. Wuih..puyeng saya. Terutama karena kendala bahasa pengantar juga. Heng Soo kurang lancar berbahasa Inggris. Pada hari-hari selanjutnya saya mencoba menulis sendiri dan memintanya mengoreksi hasil tulisan saya, buku saya titipkan Fatin karena saya tidak ada kesempatan untuk bertemu.
  • Para sukarelawan tidak semuanya paham bahasa Inggris. Kebanyakan berbicara kurang lancar dan logatnya pun membingungkan. Ada satu orang yang fasih berbahasa Inggris akrena pernah tinggal di Australia dan pemimpin tim tersebut malah fasih berbahasa Indonesia.

Entah bagaimana mereka menjadi magnet bagi saya. Semangat, keceriaan, dan keramahan mereka yang luar biasa membuat saya sangat tersentuh dan terkagum-kagum. Mereka sangat hangat dan menyenangkan. Ini membuat saya makin mantap meluangkan waktu untuk menjadi sukarelawan seperti mereka, paling tidak di panti asuhan ini. 

Bagi adik-adik panti asuhan tentu saja mereka senang luar biasa. Semua senang dengan keramahan teman-teman baru mereka dari Korea. Pada hari terakhir ketika digelar pesat perpisahan sederhana, saya tidak hadir. Setelah acara tersebut saya menonton video bagaimana semua sukarelawan berbagi cerita dan berbagi air mata di akhir pertemuan dengan adik-adik. Beberapa adik panti asuhan terharu dan sedih melepas kepergian mereka. Untung saya tidak datang…bisa-bisa saya menangis hebat melihat harunya pesta perpisahan itu. Ah…yang namanya perpisahan tidak ada yang membahagiakan. Oh ya, yang terlupakan, ada juga kisah cinta yang terjalin... beberapa remaja panti asuhan jatuh hati pada sukarelawan pria..ha ha…

 
Saya (depan tidak berkerudung) dan Fatin (Oranye berkerudung), teman-teman Panti Asuhan Muhammadiyah Tandes dan teman-teman sukarelawan dari Incheon Airport
 Saya mengenal beberapa sukarelawan dan sempat berkirim e-mail dengan mereka sekembalinya ke Korea. Sampai sekarang saya masih bertukar kabar dengan 5 orang dari para sukarelawan. Salah satunya, Woo Shin Jae malahan mengirimkan saya kenang-kenangan berupa CD BIGBANG dari Korea berisi lagu-lagu saaat mereka menggelar konser terakhir di Seoul. Wah….girang bukan kepalang. Semoga persahabatan kami tetap terjalin dan suatu saat saya bisa mengunjungi mereka di Seoul. Sampai ketemu nanti!








Post a Comment

0 Comments

advertise