Pengalaman Melahirkan Cesar di Rumah Sakit Prima Husada, Singosari Malang



Sumber: Getty Image


Cesarian Section adalah istilah dalam bahasa Inggris untuk menyebut operasi cesar. Ini juga saya baru tahu dari teman yang native Australian. Hehehe.

Alhamdulillah tanggal 12 April lalu saya melahirkan anak pertama, bayi perempuan lewat operasi cesar. Kebetulan rumah sakitnya di Prima Hsada, Singoari Kab Malang. Saya bahas bagaimana operasi berjalan sampai perawatan bayi di rumah sakitnya ya di postingan ini.

Jadi saya adalah pasien dr.Aida Sp.OG. Karena ada gejala glukoma (tekanan rendah) dan minus mata yang tinggi ada kekhawatiran bahwa minus mata saya akan naik dan glukoma saya bisa memperparah kondisi syaraf dan retina mata, maka saya disarankan melahirkan lewat operasi. Saya kurang tahu jelas sih tapi menurut saya rumah sakit ini, dan dokter kandungannya pro kelahiran normal dan ASI. Sebelum saya menyampaikan keluhan bahwa saya ada gejala glukoma, walaupun kemudian hasil pemeriksaan retina mata saya normal, dokter tidak pernah menyarankan untuk tindakan operasi. Jadi yang bisa saya simpulkan, opini orang umum bahwa melahirkan ke dokter selalu operasi itu tidak benar adanya ya. Kebetulan dari bidan yang saya datangi juga takut dengan resiko jika kelahiran si baby dilakukan normal.

Pada pemeriksaan terakhir, waktu itu tanggal 9 April saya control, dokter melakukan pemeriksaan USG dan terlihat bahwa bayi belum masuk ke jalan lahir. Di leher terlilit tali pusar, 1 lilitan sehingga kemungkinan besar jadi penghalang si baby turun ke jalan lahir walaupun posisinya sudah bagus. Kemudian dokter menanyakan kapan bayi mau dilahirkan. Ini enaknya kalo cesar, bisa pilih hari he he he. Buat saya dan suami hari apa saja boleh, jadi kami menyesuaikan dengan jadwal dokter.

Akhirnya dokter memutuskan hari Jumat untuk tindakan operasinya. Alhamdulillah, Jumat hari baik. Kemudian saya diarahkan untuk bertemu dengan petugas yang menjelaskan tentang persiapan operasi. Karena saya menggunakan BPJS maka petugas mengecek status kepesertaan saya, masih aktif atau tidak. Cerita tentang melahirkan dengan BPJS saya sampaikan di postingan ini.

Kemudian saya diminta untuk puasa minimal 6 jam sebelum operasi. Saya disodori beberapa dokumen yang isinya tentang rawat inap, persetujuan keluarga, hak dan kewajiban pasien, seingat saya itu saja dan kemudian diberitahukan lagi jadwal kedatangannya dan saya dibuatkan surat pengantar untuk diberikan ke petugas UGD. Iya, tujuannya ke UGD sama seperti pengalaman kakak saya yang waktu itu operasi pengangkatan miom. (Cerita lengkapnya klik di sini ya).

Tepat di hari operasi saya datang jam 6.40 pagi. Saya diharuskan datang jam 7 pagi untuk jadwal operasi jam 12.30 siang. Malamnya terakhir makan jam 22.30, padahal saya bisa makan lagi sih mengingat oeprasi masih lewat jam 12 siang keesokan harinya, tapi lebih amannnya, dan karenaterlalu deg-deg-an jadi saya berpuasa dari jam setengah sebelas malam.

Saat di meja pendaftaran UGD saya kembali menandatangani beberapa dokumen termasuk persetujuan tindakan operasi dan kemudian langsung masuk ke ruang UGD. Nah karena rumah sakit ini super rame, banyak pasien dan bangunan rumah sakitnya kecil, walhasil saya harus mendengarkan tangisan pasien anak UGD dan melihat lalu lalang sibuknya para perawat UGD.

Saya diminta tidur berbaring dan kemudian diambil darah untuk sampel pemeriksaan laboratorium. Sebelumnya ditensi dulu. Di rumah sakit tetangga pemeriksaan lab dilakukan sebelum kedatangan di hari operasi. Nah entah mana yang lebih valid hasilnya tapi begitulah prosedur operasi saya. Apesnya saya diambil darah 2x karena ada kesalahan, lupa saya apa kesalahannya. Yang jelas sampel diambil lagi. Saat kemudian diinfus saya mulai ngantuk karena tidur kurnag di malam harinya dan terlalu lama menunggu waktu operasi. Tapi saya beruntung karena pasien lain diminta datang jam 05:00 pagi untuk jam operasi yang sama.

Sekitar pukul 11:00 saya dipindahkan ke ruang operasi ditemani bidan. Sebelumnya bidan yang lain meminta buku merah muda (Buku Kesehatan Ibu dan Anak) dan kemudian meminta baju bayi, kain bedong, kaos tangan dan kaos kaki bayi. Suami saya yang menyiapkan dan menyerahkan perlengkapan bayi pada bidan.

Saya diantar dnegan kursi roda ke ruang operasi dan kemudian di salah satu ruangan saya diminta untuk berganti pakaian, tidak ada ruang ganti langsung ganti baju di tempat dan dipakaikan cap penutup kepala. Parahnya saya ganti di depan pasien yang juga akan operasi cesar dan ya…cuma ada pembatas yang waktu itu telat dipasangkan (bidannya gapeka betapa malunya saya). Setelah itu saya diminta tiduran dan wkatu terasa lambaaaat sekali.

Ruangan tempat bayi dibersihkan ada di sebelah tempat saya menunggu operasi, Jadi saya bisa mendengar tangisan keras bayi yang dilahirkan oleh pasien sebelum giliran saya. Nah dari tempat saya menunggu sambil ngantuk-ngantuk berusaha melek, walaupun sudah disuruh tidur, saya bisa mendengar suara musik keras yang menemani para “penghuni” ruang operasi. Awalnya saya pikir itu lagu dari seluruh ruangan oeprasi, ternyata benar-benar diperdengarkan hanya di dalam kamar operasi. Mungkin hiburan bagi para odkter dan perawat agar tidak stress ya karena operasi kan berat, butuh konsentrasi tinggi yang pasti melelahkan, biar woles gitu kali ya hehehe.

Baju operasi hanya dua ikatan di bagian belakang dan itu yang saya pakai. Saya berjalan dari ruang tunggu pra-operasi ke meja operasi. Mejanya kecil, saya sempat berpikir apa iya bisa muat kalo yang dioperasi berbadan besar. Dan ketika saya naik ke meja operasi entah bagaimana kok saya mendengar jelas lagu-lagu plus liriknya dan candaan rame para perawat dan dokter tapi kadang perintah dari dokter terdengar samar.

Ketika naik ke meja operasi meja hanya dialasi underpad lalu saya dibantu duduk, dan ini rasanya badan saya sudah aneh, punggung saya lalu dibalur dengan cairan seperti betadine lalu disuntik. Ingat saya 2x suntikan yang sakitnya sedikit saja tapi tajam menusuk. Seketika itu juga terasa kaki saya kesemutan. Lalu kedua kaki saya ditekuk sampai telapak kaki saling berhadapan dan tangan saya diangkat keduanya. Perawat dengan sigap memasang kateter, aduh ini rasanya tetep nyeri geli aneh, dipasang di saluran pipis jadi…oh berapa orang di ruangan itu yang sudah lihat saya setengah bugil hiks hiks…. Ini tetep terasa walau sudah dibius (saya sudah mengantisipasi karena cerita dari kakak saya tapi tetep kaget hehe). Lalu ada rangka segi empat dengan penutup kain dipasang di atas dada saya, jadi saya ga bisa lihat apa yang terjadi di bawah sana.

Kemudian tangan yang diregangkan keduanya diikat. Satunya diikat ke alat semacam bebatan tensi meter yang bisa mengembang kencang dan saya tak tahu itu apa. Mungkin memang tensi yauntuk mengukur tekanan darah. Lalu jari telunjuk di tangan kanan dipasang jepitan, mirip jepitan baju yang dipasang ke alat dengan bunyi nut-nut-nut-nut itu. Lalu slang oksigen dipasang ke hidung dan kemudian salah satu perawat  memberitakan “Pasien atas nama Silviana (salah sebut) Devinta Sari hari ini akan dilakukan operasi XXXX dengan Sp.OG dokter Aida, dokter anestesi dokter XXX dan XXX dan kemudian saya dnegar samar dokter kandungan saya memimpin doa sebelum operasi dimulai. Saya baca Al-Fatihah dalam hati dan kemudian tangan-tangan terampil itu sibuk di perut saya.

Saya melihat sesuatu didorong. Lalu dokter anestesi (kalo tidak salah) berdiri di samping kiri saya. Naik ke pijakan lalu membantu mendorong dan kemudian saya dengar suara tangisan 2x saja, lalu perawat berkata “Bener cewek ya bu anaknya.” 

Lalu saya berujar “Iya, Alhamdulillah” (sebelumnya saya ditanya jenis kelamin baby, sebelum operasi). Lalu tiba-tiba saya merasakan dingin dan berganti cepat dengan rasa panas yang terasa sampai ke daun telinga, lalu berangsur menghilang diganti dengan rasa dingin.

Lalu saya melihat lagi tangan terampil memainkan gunting dan alat-alat, lalu saya dipindah ke kasur lain. Inipun saya tinggal ditarik saja untuk pindahnya, tidak diangkat. Nah proses operasi itu sendiri tidak lebih dari 10-15 menit. Cepat sekali. Lalu saya sudah berada di ruangan pascaoperasi. Bersebelahan dengan pasien sebelumnya. Daaaaaan…kaki saya mati rasa. Dari pinggang sampai ujung kaki.

Alhamdulillah saya tidak pusing dan saya sudah mendapat cerita tentang kebasnya kaki. jadi saya tidak panik. Saya berusaha keras menggerakkan kaki tapi tidak terasa apa-apa. Kata perawat sih ujung kaki saya sudah bergerak, tapi saya tidak merasaknnya. Ini sebenarnya bikin ngeri hehehe. Kaki saya lebih terasa di bagian kiri daripada kanan. Ruangan yang kecil diisi 4 pasien yang cepat sekali keluar dari ruang operasi. Masing-masing punya keluhan pasca oeprasi. Ada yang pusing, ada yang mengeluh kesakitan, dan ada yang berusaha menegakkan badan berulang kali padahal sudah dilarang dan pada saya yang terasa adalah dingin yang membuat saya menggigil. Jauh lebih dingin dari yang ada di meja operasi.

Lama kelamaan bius hilang. Hilangnya lambat dan kaki selalu kesemutan. Rasa ini diganti dengan rasa nyeri yang terasa sedikit demi sedikit. Saya sadar penuh dan bisa bercakap-cakap dengan perawat di sana. Di ruangan ini hening, tak terdengar suara musik sedikit pun. Lalu saya lihat bidan menggendong bayi keluar . Lalu suami saya keluar (ternyata waktu itu dipanggil masuk untuk mengadzani si baby). Jam 5 sore saya masih ada di ruangan pasca operasi. Padahal oeprasi saya berakhir sekitar jam 13.50 dari jadwal jam 12.30.

Tidak ada seorang pun yang bisa masuk ke ruangan pascaoperasi. Kakak saya dipanggil masuk sekitar jam 15:30 karena suami dan mertua sedang salat. Lalu saya diminumi air (ga paketunggu kentut dll hehehe). Ari-ari bayi dimasukkan dalam plastik dan diberikan kepada kakak saya. Saya bisa melihat warna merah kecoklatannya. Kemudian saya diberi makan malam dalam nampan tentu saja tidak saya makan karena tidak ada yang menyuapi hehehe.

Sekitar jam 17:20 tantangan dimulai. Saya dipindah dari ranjang ruangan itu ke ranjang dorong untuk masuk kamar di ruang bersalin (rawat inap). Untuk memindahkan saya dipakai bed slide alias papan kaku untuk “menggulirkan” saya dari satu bed ke bed lain. Masalahnya saya harus memiringkan badan dan itu sakit amat sangat rasanya.

Sampai di kamar saya sangat tidak nyaman. Kamarnya kecil, suami saya menyebutnya penjara KPK saking sempitnya. Saya menempati kelas 1 dengan lebar kamar mungkin sekitar 1,5 x1,8 m , kamar mandi di luar (dipakai semua pasien dan penunggu). Televisi nyala dengan gambar semut, settingan balik ke mode semut kalo TV dinyalakan ulang dan AC ga dingin sama sekali.

Malam itu saya tidur dari jam 11  - 2 dini hari. Panas dan perihnya luka operasi, gerahnya kamar, dan gelisah karena baby saya masih diobservasi di ruang perawatan bayi membuat saya terjaga. Keringat penuh di dahi dan leher saya, entah karena terlalu gerah akibat AC mati atau terlalu perihnya luka sayatan operasi benar-benar melemahkan saya. Alhamdulillah nafsu makan tinggi walau rasa makanan tak nikmat. Masakan rumah sakit yang enak sejauh ini adalah masakannya rumah sakit Marsudi Waluyo hehehe.   

Hari Minggu siang saya sudah pulang. Alhamdulillah tanpa kendala apapun. Unikanya setelah melahirkan ketika suami dipanggil ke ruang administrasi sudah diberi tahu bahwa saya akan pulang hari Minggu, nah lo ajib kan? Biasanya sesuai keputusan dokter ya tapi ini saya ssudah diinfo loh kalo Minggu bisa pulang. Jadi total 3 hari 2 malam saya ada di sana. 

Malam setelah operasi sekitar jam 8 saya sudah diminta untuk berbaring setengah duduk, kalo dulu kakak saya yang operasi miom di rumah sakit MW sih besoknya. Proses saya cepat saja, alhamdulillah walaupun kesakitan tapi saya bisa melaluinya. Copot kateter besoknya, belajar duduk dan jalan-jalan juga di hari kedua. Hari ketiga cus pulang, weleeeeeh.

So far pelayanan rumah sakit ini baik. Bidan, cleaning service dan lainnya sangat ramah. Pasien juga diberi kartu parkir untuk seorang penunggu jadi kalo nginap bisa gratis parkirnya. Masalahnya cuma di ruangan yang sangat sempit, kamar mandi luar yang dipakai bersama (saya di kelas satu) baik oleh pasien maupun keluarga penunggu, lalu bel untukpanggil perawat yang nancep di dinding ga ada kabel panjangnya. Jadi kalo ga bisa bangun dan pasien sendirian ya ga bisa manggil perawat karena susah mo mencet tombol di tembok. Ihiks.

Mau tahu biaya operasi cesar yang ditanggung BPJS dan perawatan bayi selama saya di rumah sakit ini? Klik di sini untuk tahu lebih lanjut ya.  

Post a Comment

16 Comments

  1. Untuk biaya habis berapa ya mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena pake BPJS gratis semuanya. ada di postingan saya sleanjutnya untuk pembayaran2 ini

      Delete
  2. Nice posting. Kebetulan saya warga baru singosari dan sekarang sdg hamil anak pertama. Mau tanya u/ pelayanan melahirkan lebih oke prima husada atau marsudi waluyo hehe soalnya kalo mau ke malang kok berasa jauh apalagi pas urgent udah kontraksi. Trima kasih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Kak, waduh ini kayanya telatbanget saya jawab ya. tapi daripada ga kejawab barangkali bermanfaat untuk lainnya.
      Saya rasa keduanya oke, tapi amsalahnya adalah fasilitas. Misalnya kalo di Prima Husada ruangan sempit banget dan kamar mandi berada di luar untuk semua orang (pasien kelas 1,2,3 dan penunggu).

      Di marsudi Waluyo kamar mandi ada di dalam.

      Untuk dokter SpoOG yang saya tahu sampai pertengahan tahun 2019 lalu semua dokternya oke, karena kakak saya juga ada operasi di Marsudi Waluyo.|

      Untuk perawat keduanya oke.

      Untuk makanan, karena saya suka makan, makanan di Marsudi Waluyo enak banget (apa karena pas itu kaka saya pake VVIP ya?) tapi mestinya dari dapur yang sama sih.
      Makanan di Prima Husada ngga enak hehehe.

      Semoga lancar proses lahirannya

      Delete
  3. Mauntanya..biaya kisaran biaya usg di rs prima husada dan marsudi waluyo ya mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf atas jawaban yg super telat. Kalo dulu saya sih biaya dokter InsyaAlah 110rb atau 115rb udah termasuk USG di Prima Husada,
      Kalo di Marsudi Waluyo insyaAllah sekitar 85rb untuk dokter termasuk USG

      Delete
  4. Setelah lahiran susternya di rsph pro asi ngak bun ?

    ReplyDelete
  5. Setelah lahiran susternya di rsph pro asi ngak bun ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pro ASI banget mb. Saya belum bisa nyusuin pas itu dan ga boleh pake sufor sama sekali. jadi selama 3 hari si dede ga minum apa2 sama sekali dan katanya bayi punya kemampuan untuk bertahan tanpa asi selama itu, masih ada cadangan makanan gtu.

      Cuma perawatnya kurang sip untuk ngajarin cara nyusuin. Tman saya di RS di SBY dapet training full dari perawatnya hehehe

      Delete
  6. Pada artikel yg saya baca emang gtu sih mbak... Bayi katanya masih bisa bertahan 3 hari walaupun gk di beri asi dulu..

    ReplyDelete
  7. Iya kamar nya ga bersahabat, makanya untuk lahiran kedua ini berpikir ulang untuk d prima husada. Katanya harus vip kamar mandi di dalam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akhir bulan kemarin saya lahiran (lagi) di RSPH. Qadarullah pas PPKM. Blessing in disguise tapi, karena pandemi ruang bersalin sepi pengunjung. Jadi lebih nyaman. Kamar mandi yg dipakai bersama lebih nyaman juga, karena yang make dikit.

      Saya make BPJS kelas 3. Dapet kamar yang isinya 2 orang, dan tetangga sebelah cuma sehari semalam nemani saya. Paginya pun saya operasi, jadi mungkin pas pagi cuma 4 jam di kamar berdua sama saya. Setelah itu kamar kosong. Jadi saya nempati kamar yang lebih luas dan lebih nyaman walau tanpa AC dan TV.

      Delete
  8. Kalau mau lahiran normal di rs prima husada apa rekomendasi mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, kalo normal saya belum ada referensi sih. Tapi kalo dari dokter SPOG saya suka semua (kecuali yg cowo karena belum pernah). Kalo pelayanan semuanya OK sih. Soal biaya saya kurang tahu juga untuk yang normal (untuk pasien umum non BPJS)

      Delete
  9. Halo kak, sy jg pernah pengalaman melahirkan SC di RS Prima Husada ada hal yg cukup membuat sy trauma kembali kesana Krn di kelahiran anak sy yg pertam di THN 2016 ruangan TDK ada yg kosong jd sy diruang pasca operasi sangat lama operasi SC jam 7 keluar ruang pasca operasi sekitar jam 7 malam hal itu sangat membuat sy frustasi karena TDK ada yg boleh menjenguk sy dan sy kesakitan sendiri

    Dr pengalaman tersebut di kehamilan sy yg kedua ini sy jd berpikir 2x mau melahirkan dimana, yg lokasinya dekat rmh agar keluarga TDK jauh2 kalau mondar mandir RS

    Menurut pengalaman kakak, apakah prima Husada sudah semakin baik
    Dan kalau RS Marsudi Waluyo bagaimana?

    Karena dr 2 RS tersebut dekat dgn rmh sy

    Terimakasih kak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, semoga pelayanan rumah sakit Prima Husada lebih baik ya. Untuk raung pascar operasi, maksudnya dari ruang operasinya alias habis tindakan ke ruang pemulihan ya? Sebelum ke kamar rawat inap kan?

      Dulu saya juga menunggu ruangan alias menunggu kamar rawat inap sih. Jadi saya baru masuk ruangan itu pas setelah Maghrib. Mungkin malah menjelang Isya. Padahal operasi saya setelah shalat Dhuhur. Mungkin tidak selama kakak masa tunggunya, tapi ya sama-sama lama.

      Saya boleh dijenguk, tapi cuma sebentar. Cuma datang kakak membawakan minum lalu disuruh keluar. Saya dua kali melahirkan di rumah sakit ini, yang terakhir tahun 2021 lalu, sama saja tidak boleh ada yang menunggui di ruang pemuliah. Say apikir standarnya begitu.

      Untuk di Marsudi Wauyo, saya juga tidak diperkenankan menunggu kakak saya yang selesai operasi. Malah sama sekali saya tidak masuk ke ruangan pemulihan. Setelah pasien mau masuk kamar baru saya ketemu.

      Kalo ditanya bagus yang mana, kayanya semua sama bagusnya. Tapi ruangan rawat inap Prima Husada memang sempit, di Marsudi Waluyo luas. Tapi d Marsudi sepi dan jarak bangunan rumah sakit dengan jalan utama jauh. Ya semua ada plus minusnya sih.

      Anyway, di Prima Husada sekarang ada geudng baru. Semoga itu jadi ruangan rawat inap yang lebih nyaman dan luas. Semoga terbantu yaaa

      Delete

advertise