Pengalaman Operasi Cabut Gigi di Poli Bedah Mulut

Sudah berkali-kali gigi bagian paling belakang alias geraham sakit nyut-nyutan. Ini terjadi berulang-ulang. Mungkin dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, bisa muncul 2- 3 kali. Sakitnya juga satu sampai 3 hari saja. Dengan sok tahunya saya pikir gigi sedang tumbuh perlahan-lahan.

Sakit teramat-sangat terasa di akhir tahun 2019 dan berulang lagi sakitnya sampai bikin nangis di awal tahun 2020. Awalnya sih gigi saya ada yang pecah ketika saya makan. Ini di sebelah kiri ya. Lalu saya pergi ke dokter gigi dan kemudian dibilang akan dilakukan perawatan.

Saya pikir akan dicabut, ternyata ditambal saja. Karena dokter giginya sangat amat pelit bicara dan kurang ramah jadi informasi yang saya terima pun tidak lengkap. Jadi, yang ditambal adalah gigi depan dari gigi yang bermasalah. Gigi yang bermasalah adalah gigi geraham kiri bawah yang miring tumbuhnya. Ia mendorong gigi di depanya, inilah yang mengakibatkan rasa nyeri yang luar biasa.

Setelah perawatan gigi dan pelayanan yang menyebalkan, saya pindah fasilitas kesehatan ke Puskesmas. Dokternya baik banget dan sangat informatif. Dokter gigi merujuk saya ke dokter gigi spesialis dan dari dokter gigi spesialis saya mendapat informasi lain. Gigi yang tumbuhnya miring akan sakit. Suatu hari, pasti terasa dan karenanya harus dibuang. Karena keterbatasan alat dan tenaga ahli, saya dirujuk kembali ke RS Lavalette Malang. Dan apesnya, COVID membuat poli bedah mulut berhenti menerima pasien sampai entah kapan saat itu/

Gigi saya pun hilang nyeri, dengan sendirinya. Sampai kemudian mulai terasa nyeri lagi bulan November kemarin. Saya kembali minta rujukan ke Puskesmas, karena rujukan sebelumnya sudah kadaluwarsa. Saya diberikan rujukan ke dokter bedah mulut dan pengalaman operasi ini ingin saya bagikan buat Sahabat yang mungkin akan melalui prosedur tindakan yang sama. 

Foto Panoramik 

Hal pertama yang harus dilakukan adalah foto X-ray alias foto panoramik. Ini adalah foto X-Ray yang memfoto seluruh bagian mulut. Saya dirujuk ke rumah sakit lain, karena di rumah sakit rujukan saya tidak ada alatnya. Kata perawat, saya harus membayar karena nanti foto ini akan saya miliki sendiri. 

Sementara itu setelah saya melakukan pencarian informasi, saya dapati bahwa foto panoramik harusnya gratis untuk peserta BPJS. Saya mendatangi kantor BPJS dan dijelaskan oleh peugas BPJS bahwa foto Panoramik ini gratis, karena tujuannya menengakkan diagnosis. 

Setelah pengaduan saya diterima BPJS, petugas BPJS  yang bertugas saya ditelpon dan dibilang ada kesalahan penyampaian informasi dari staf rumah sakit. Foto panoramik harusnya memang gratis. Ruwetnya, ketika saya bertemu dengan petugas pengaduan di rumah sakit, saya mendapatkan pejelasan panjang lebar yang intinya: RS tidak bisa membuatnya tertanggung BPJS; saya ada tes rapid; pembiayaan sudah mepet, BPJS kurang memahami kebutuhan pendanaan RS; dan lain sebagainya yang jika saya masih keberatan dengan kebijkan rumah sakit tersebut maka saya akan dipindah ke RS lain, dirujuk lagi istilah mereka.

Karena pindah ke rumah sakit lain artinya pindah ke kelas rumah sakit yang lebih tinggi, dan lebih jauh, jadi ya saya tetap swadaya foto panoramik sendiri dengan biaya Rp.125,000 yang menurut poli radiologi di RS tujuan tidak ditanggung BPJS (entah karena saya masuk sebagai pasien umum atau memang tidak ditanggung dan pihak BPJS yang salah). Kasus ini pernah terjadi di pasien lain di rumah sakit lain, karena saya browse sebelum komplain ke BPJS. Seharusnya tidak bayar lagi. Titik.


Tes Laboratorium

Setelah foto saya dapatkan maka kemudian saya menjalani tes laboratorium. Ada tes darah lengkap, pembekuan darah, dan lainnya termasuk tes rapid sebagai permintaan khusus selama pandemi.

Darah saya diambil dan tidak terlalu lama, mungkin 20 menit saja hasil langsung keluar. Hasil saya diserahkan pada dokter dan kemudian saya diijadwalkan untuk menjalani operasi di hari Selasa, 29 Desember lalu. Alhamdulillah hasilnya bagus walau tak semuanya sempurna. 

Persis seperti menjalani tindakan operasi, saya menjalani tes darah lengkap plus pembekuan darah dan lain-lainnya untuk menyatakan saya layak atau tidak mendapat tindakan bedah mulut.


Pra-Operasi Cabut Gigi Impaksi

Gigi impaksi itu istilah untuk gigi bungsu yang di geraham yang tumbuhnya suka-suka. Ini isilah mudahnya ya, karena pertumbuhannya bisa miring terlihat. miring terpendam, dan aneka bentuk pertumbuhan gigi sesuka-sukanya.

Gigi saya miring di dua geraham. Awalnya saya pun bertekad akan melakukan 2x tindakan operasi. Dokter menyarankan saya memberi jarak 2-3 bulan untuk tindakan operasi kedua. Tapi, saya tidak akan melakukannya lagi, kecuali nanti ada rasa nyeri datang. Operasi cabut gigi tuh rasanya...wadidaw

Sebelum operasi keesokan harinya (tanggal 29 Desember 2020), saya dihubungi pihak rumah sakit untuk puasa selama 8 jam. Saya sih tidak makan dan minum selama masa puasa. Kata suami sih boleh minum tapi tidak makan, tapi saya memilih aman dengan tidak melakukan keduanya.

Pendaftaran saya lakukan sekitar jam 10 pagi dengan "keanehan" saya harus membayar biaya administrasi sebesar Rp.15.000 . Ketika awal mendaftar dan diberi kartu berobat pun saya membayar biaya Rp.5000. Tanpa tanda terima dan menurut saya aneh, karena selama saya berobat di rumah sakit swasta manapun yang bekerja sama dengan BPJS saya tidak pernah diminta uang pendaftaran sepeser pun. 

Setelah membayar, lalu saya menandatangani beberapa lembar dokumen yang isinya pernyataan kurang lebihnya sepertinya begitu, sama seperti dulu saya operasi caesar). Setelah masuk ke ruangan poli bedah mulut, perawat menjelaskan beberapa hal terkait prosedur operasi dan juga kesediaan saya menanggung aneka resiko saat tindakan dilakukan.

Salah satu hal yang saat itu membuat was-was adalah saya telat menstruasi 4 hari dan sebelum saya pergi ke rumah sakit saya melakukan tes urin pribadi dan hasilnya ada 2 garis merah. Alhamdulillah hamil. 

Saya sempat membaca aneka referensi di internet bahwa saat hamil seharusnya tidak melakukan tindakan operasi dengan pembiusan. Dokter anestesi mengizinkan saya naik meja operasi dengan tindakan pembiusan total. Sepertinya ini khusus saya, karena pada pasien lain, termasuk kakak saya, pembiusan dilakukan secara lokal.

Setelah mendapat penjelasan dan kemudian menebus beberapa piranti dari apotek, saat itu saya menebus susu tinggi protein dan underpad lalu saya masuk ke kamar rawat inap. Oh ya, aturannya tetap rawat inap. Kalo mau langsung pulang malam harinya boleh, tapi saat itu saya sudah didaftarkan sebagai pasien rawat inap. Jadi misal mau bermalam di rumah sakit juga boleh sih. Tapi siapa yang suka tidur di rumah sakit? Masa pandemi pula...hiks.


Operasi Cabut Gigi Impaksi

Saat menunggu di ruang perawatan saya diinfus. Lalu sekitar 3 jam menunggu saya pun duduk di kursi roda, didorong ke ruang operasi dengan memakai baju pasien, yang diikat tali belakangnya itu loh. lalu perawat mengajak saya bicara, becanda agar santai. Saya sih saat itu bisa dibilang santai nggak santai. Santai karena sudah pernah operasi walau di bagian tubuh lain, kurang santai karena kepikiran semoga janin sehat wal afiat dan selamat lancar operasi. Wajar sekali kan?

Seperti biasanya, dari ruangan dekat kamar operasi pasien turun dari ranjang dan kemudian naik ke meja operasi. Infus saya terlepas, dibetulkan, jarum masuk lagi, lalu..nah ini bagian yang agak lupa. Seingat saya tangan kiri, bagian jarinya dijepit dengan enath apa namanya yang bunyinya nut nut nut itu. Lalu tangan sebelah kanan dipasang macam tensi yang mengembang. Ini sama dengan saat saya operasi caesar. 

Dokter datang dan dua perawat di sisi kiri-kanan saya. Saya tidak tahu wajah pak dokternya gimana, tapi saya sempat browse instagram beliau sih hahaha. Saya diminta berdoa dan secepat kilat perawat menyuntikkan cairanke dalam infus dan hanya dalam hitungan kurang dari 10 detik, mungkin 5 detik saja pandangan saya mulai kabur. 

Kepala pusing dan berat sehingga saya memutuskan menutup mata. tepat saat saya menutup mata, entah hilang di mana kesadaran saya saat itu. 

Saya selalu berpikir orang yang dibius total itu seperti orang tidur, dia akan bermimpi, merasakan nikmat tidur. Tapi saya salah besar. Bius total membuat saya tertidur karena kepala saya berat dan pusing sekali. Saya tidak bisa merasakan apapun. Tidak juga bermimpi. Sampai kemudian suara perawat membangunkan saya. Oh ya saat itu saya masuk ruang operasi sekitar pukul 15.10 dan kira-kira 5 menit kemudian saya dioperasi. Saat adzan maghrib saya kembali ke ruang perawatan, jadi mungkin operasi berjalan selama 30 menit - 1 jam dan kemudian saya terlelap di ruang pemulihan,

Oh ya, saat dibius tengkuk terasa sangat berat. Ketika selesai operasi pun saya merasa sangat pusing dan mual. Saya diminta untuk tidak meludah dan menelan air liur di mulut. Tidur pun saya diminta memiringkan kepala dan keadaan saya dipantau sampai jauh lebih baik.Saat itu saya benar-benar pusing dan mual. Pusingnya terpusat di tengkuk, bagian belakang kepala. Kata suami saya sih saya sampai tidur mendengkur. Saya benar-benar tidak merasakan apapun karena sakit di mulut.

Pasca Operasi Cabut Gigi

Seperti apa rasanya setelah operasi cabut gigi? Sakit. Pertama, ada luka di sudut bibir saya baik di bagian luar maupun dalam. Saya menduga selama operasi ada alat yang diletakkan di sudut bibir untuk menarik mulut lebih terbuka. Ini meninggalkan luka. Kata Pak perawat sih, pengambilan gigi saya membutuhkan waktu dan usaha yang lebih, tidak semudah yang diprediksi tim medis.

Sakit gigi kali ini rasanya unik. Alih-alih nyut-nyut, mulut susah sekali dibuka. Sakit gigi biasa menyisakan rasa ngilu nyeri, nah yang ini mulut ternyata sulit dibuka. Sebenarnya rasa sakitnya wajar sih, sejalan dengan hilangnya bius maka makan pun tak enak. Mangap itu sesuatu, membuka mulut benar-benar usaha berat.

Saya disarankan makan bubur. Dan saya tidak menyikat gigi selama 2 hari. Saya mengganti dengan berkumur dan itu terasa super menyakitkan. Alih-alih pedih, rasanya sakit seperti ditusuk puluhan jarum. Sehari kemudian say amenyadari bahwa selain sudut mulut kiri saya luka di luar dan dalam (mulut saya seperti Joker), ada sariawan di lidah, dan pipi saya bengkak yang benar-benar membuat wajah saya separo kempes separo bengkak. Bengkaknya besar sekali sampai semua yang melihat saya terheran-heran (apalagi saya).

Di bagian ini jika Sahabat membaca dan berniat untuk melakukan operasi bedah mulut mungkin akan mundur ya. Saya berencana mencabut gigi sebelah kanan juga, dan langsung saya ralat, saya tidak akan melakukannya lagi. Semoga tidak dalam waktu dekat, pun setelah anak saya lahir nanti. Saya kapok.

Bengkak saya hilang dalam waktu kurang lebih seminggu. Saya paksa makan makanan padat keesokan hari setelah operasi. Makan nasi di hari keempat dan kata dokter sih bagus, untuk melatih otot rahang. Pascaoperasi saya harus kontrol 3x termasuk untuk melepas jahitan. Yang ini sakit sebentar tapi kemudian enak dan lega rasanya. 

Semangat selalu untuk sahabat yang akan dan harus melakukan tindakan ini ya. Untuk kesehatan gigi dan mulut yang lebih baik. No pain no gain. Rasa sakit ini untuk meningkatkan performa gigi-gigi menggerus, mencabik, dan melumat semua makanan hehehehe. Semangaaaaaaat

Post a Comment

1 Comments

  1. Mbak, kalau boleh tau itu di rumah sakit mana ya? Yang tidak ada foto panoramicnya? Dan jadinya foto panoramicnya. Terima kasih

    ReplyDelete

advertise